Lewerissa menyebut, “Tangan kami ingin membangun ekonomi, tetapi tangan lain mengamputasi dengan kebijakan. Itu adalah harapan yang tidak realistis.” Ia kemudian mengetuk nurani pemerintah pusat agar melakukan evaluasi dan revisi kebijakan yang dinilai “kurang pro-daerah”. Harapannya jelas, memberi ruang lebih besar bagi daerah untuk mengelola potensi dan mengangkat ekonomi masyarakat.
Pernyataan Lewerissa mendapat respon dari DR. Hendri Saparini, salah 1 ekonom nasional yang hadir sebagai narasumber. Menurutnya, masalah kewenangan bukan hanya dialami Maluku, melainkan juga daerah lain.
“Aturan perundangan di sektor perikanan membuat daerah tak berdaya. Ini harus direformasi. Kalau tidak, kesenjangan hanya akan semakin lebar,” ujarnya.
Ia mengingatkan, 13 tahun lalu isu serupa sudah disuarakan, tetapi tak kunjung direformasi. “Hasilnya, kesenjangan bukan berkurang, justru bertambah. Mari kita diskusikan serius apa yang harus dilakukan,” tegas Saparini.
Forum REL juga menggagas arah baru pemanfaatan CSR. Selama ini, CSR lebih banyak diarahkan ke pendidikan dan kesehatan. Padahal, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran besar di sektor tersebut. “Mari geser CSR ke kegiatan ekonomi produktif, agar benar-benar menggerakkan masyarakat,” usul Saparini.
Selain itu, sektor pariwisata juga menjadi sorotan. Bagi Maluku, dengan keindahan bahari dan budaya yang khas, pariwisata adalah jalan alternatif untuk mendongkrak ekonomi daerah jika digarap serius dengan dukungan pusat.