Tradisi China Betawi Masak Ikan Bandeng Saat Imlek, Simbol Hormonis

oleh -72 Dilihat
Pedagang Ikan Bandeng di Pasar Rawa Belong Jakarta Barat.( foto: SPN/ Xinhua)

Jakarta, SPN – Tradisi China Betawi masak Ikan Bandeng saat Imlek, simbol hormonis. Berbagai olahan Bandeng menjadi betbagai menu masakan. Biasanya ikan bandeng menjadi pindang atau pepes untuk disantap bersama keluarga, digunakan saat sembahyang, dibawa ke makam, atau dihidangkan kepada tamu.

.”Ini menjadi tradisi yang sudah diturunkan dari orang tua, yaitu setiap Imlek harus menyajikan tiga jenis daging, yakni ayam, daging babi, dan ikan bandeng,” kata Cici Eka saat berbelanja dipasar Rawa Belong Jakarta Barat, Selasa ( 28/1/25)

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Candra Jap mengatakan tradisi makan ikan bandeng saat Imlek ini umumnya hanya ditemui di komunitas Tionghoa di Jakarta dan sekitarnya.

Kebiasaan itu mendapat pengaruh dari tradisi “nganter bandeng” masyarakat Betawi, yakni tradisi menjadikan ikan bandeng sebagai hantaran calon menantu kepada calon mertuanya.

Candra , salah satu pedagang yang telah berjualan selama puluhan tahun, mengaku bisa menjual hingga 300 kilogram ikan dalam sehari saat kondisi ramai. “Rata-rata pembeli adalah ibu rumah tangga yang membeli beberapa ekor, tetapi ada juga dari perusahaan yang bisa membeli sampai puluhan kilogram,” katanya

Ikan bandeng juga kaya filosofi kehidupan, terutama karena pelafalan kata “ikan” dalam Bahasa Mandarin adalah “yu”, menyerupai kata “yu” yang berarti surplus atau berkelimpahan. Selain itu, duri pada ikan bandeng, yang sangat banyak sehingga harus dimakan dengan hati-hati, mengandung filosofi bahwa kehidupan tidak perlu terburu-buru.”Tradisi ini jelas menjadi bukti bahwa (masyarakat) Tionghoa dan Betawi sudah sejak lama hidup berdampingan dan saling memengaruhi baik dari aspek budaya, kesenian, hingga kuliner,” ujarnya.

Bagi Masyarakat Betawi Asli masakan Ikan Bandeng juga menjadi tradisi. Dalam tradisi masyarakat Betawi, olahan bandeng biasanya menjadi hantaran untuk anggota keluarga, tetangga, atau buah tangan pemberian menantu kepada keluarga mertua.”Kalau di keluarga kami, bandengnya akan dipakai untuk pengajian saat bulan ‘Ruwah’ sebelum masuk bulan Ramadan,” kata Candra.

Ikan bandeng juga kaya filosofi kehidupan, terutama karena pelafalan kata “ikan” dalam Bahasa Mandarin adalah “yu”, menyerupai kata “yu” yang berarti surplus atau berkelimpahan. Selain itu, duri pada ikan bandeng, yang sangat banyak sehingga harus dimakan dengan hati-hati, mengandung filosofi bahwa kehidupan tidak perlu terburu-buru.”Tradisi ini jelas menjadi bukti bahwa (masyarakat) Tionghoa dan Betawi sudah sejak lama hidup berdampingan dan saling memengaruhi baik dari aspek budaya, kesenian, hingga kuliner,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.