Karena terjadi penurunan performa pembangkit dan mempercepat kerusakan peralatan, terutama pada boiler dan sistem coal handling. Sedangkan untuk perusahaan lain yang melakukan kejahatan yang sama dikenakan setoran wajib sebesar Rp. 150 ribu per metricton “ungkapnya.
KSMAK berkomitmen bermendukung sepenuhnya langkah pemberantasan korupsi yang tengah gencar dilakukan Presiden Prabowo dan Kejaksaan Agung RI. Namun, niat mulia Presiden yang inginmendorong kuat pemberantasan korupsi dan penguatan integritas aparatur pemerintah, niscaya akan sulit dicapai apabila penyalahgunaan kewenangan dan terjadi korupsi sembari pemberantasan korupsi, dalam pelaksanaan kegiatan penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, dibiarkan terus berlanjut.
“Dengan berat hati dan perasaan masygul, ingin kami sampaikan berdasarkan hasil penelitian mendalam, yang telah dilakukan terhadap kinerja Febrie Adriansyah selama menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, ditemukan fakta-fakta yang dapat dipandang, selama ini publik dan Kepala Negara ternyata telah dikelabui.
Setiap hari diumumkan nama-nama tersangka, sebelum digiring memasuk ke mobil tahanan, seolah-olah itu diklaim sebagai hasil prestasi sebuah penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi yang bersih, adil dan tanpa pandang bulu. Dalam Konperensi Pers, tak lupa diumumkan nilai kerugian negara dengan jumlah yang fantastis hingga mencapai ratusan triliunan rupiah tanpa metodologi ilmiah dan menyesatkan, diduga dengan tujuan untuk kepentingan membangun sensasi dan popularitas semata” uvap Ronald.
Tanpa bermaksud hendak “gebyah uyah” menurut Ronald yang terjadi selama ini adalah praktek yang lazim disebut sebagai “Berantas Korupsi Sembari Korupsi”. Dalam penanganan penyidikan dugaan korupsi Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018 s.d. 2023 misalnya.
Kejaksaan Agung RI mengklaim telah terjadi kerugian negara mencapai Rp 193,7 Triliun. Terdiri dari 5 (lima) komponen atau cluster, yakni: (1) Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri sekitar Rp 35 triliun, (2) Kerugian Impor Minyak Mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp 2,7 triliun, (3) Kerugian Impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp 9 triliun, (4) Kerugian Pemberian Kompensasi (2023) sekitar Rp 126 triliun (5) Kerugian Pemberian Subsidi (2023) sekitar Rp 21 triliun. Akan tetapi ternyata lima komponen atau cluster kerugian negara tersebut tidak ada hubungannya dengan peran dan perbuatan para tersangka.