Sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda : Teknologi AI Dapat Menjebak Penyair Makin Malas, Hanya Puas dengan Karya Dangkal

Avatar photo

JAKARTA– Teknologi AI dapat menjebak penyair makin malas, hanya puas dengan karya dangkal, miskin imajinasi, metafor, dan kedalaman.

Bila tulisan berupa karya kreatif  butuh data dan fakta, teknologi AI begitu lemah dan cenderung asbun dan.pintar ngeles.

Demikian salah satu rangkuman hasil wawancara tertulis sinarpagi.news dengan Penyair dan Sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda disampaikan di Jakarta pada Rabu sore (22/1/2025).

Artificial Inteligant (AI) saya kira cukup bagus sebagai sumber inspirasi penulisan puisi maupun cerpen. AI memberikan inspirasi awal, yang belum dalam bagi penulisan puisi dan cerpen,” ujarnya.

Nah, penyair dan cerpenis tinggal memperdalamnya.Namun, bagi penyair dan cerpenis yang malas, AI dapat menjebak mereka semakin malas dan hanya puas dengan karya-karya dangkal, miskin imajinasi, miskin metafor, dan miskin kedalaman.

“Saya berkali-kali mencoba bikin puisi dan prosa lirik dengan aplikasi NOVA, GEMINI, dan ChatGPT 40. Cukup bagus. Kita tinggal perintahkan temanya, misalnya “buatkan saya puisi cinta” atau “buatkan saya puisi sosial”, maka AI dengan cepat akan membuatkannya. Dan ketika perintah itu kita ulang, AI akan membuatkan lagi dengan relatif beda, dan pada akhir karya AI akan selalu mengingatkan “semoga ini cukup menginspirasi anda”. Artinya, karya AI memang diprogram untuk menginspirasi pemakainya. Bukan membuatkan karya jadi yang sudah matang,” kata Ahmadun Yosi Herfanda mantan Redaktur Sastra Harian Umum Republika.

Menurutnya, kelebihan AI jika ia diminta membuatkan karya kreatif, AI cukup pandai membuatkan sesuai perintah.

Tetapi, begitu AI diminta membuatkan tulisan yang membutuhkan data atau fakta, maka AI begitu lemah dan cenderung asbun (asal bunyi-red).Data dan fakta yang disebutkannya sering ngawur.

“Misalnya, ketika saya tanya “puisi sembahyang rumputan karya siapa”. Dia jawab karya Sapardi Djoko Damono. Pada saat yang lain AI menyebut karya Sutardji Calzoum Bachri. Ketika kita salahkan, AI ngeles… “maaf saya belum dilatih … ” Jadi, AI untuk perkembangannya saat ini cenderung asbun dan pintar ngeles,” ucapnya.

“Jelas sangat dibutuhkan kejujuran dan idealisme dalam menggunakan AI. Jika tidak, karya-karya kreatif, yang tidak membutuhkan kedalaman, bisa dipesankan ke AI semua. Penyair jadi malas. Tinggal menyalin saja karya-karya AI,” katanya lagi.(*)

Ya, mengancam kejujuran dan idealisme penulisan karya kreatif.Semua bisa dipesankan ke AI. Penyair tinggal menyalinnya.

Apalagi, semakin lama AI semakin pandai. Kedalaman terus diperbaiki. Raga metafor terus diperbanyak.Simbolisasi juga terus dipercanggih.