Renungan Puitis Untuk Ideologi Kekerasan, Kata Pengantar Untuk Buku Puisi Sastri Bakry Dalam Tiga Bahasa: SAKTI

Avatar photo

“Kenapa kita tidak membangun kanal asmara?
Untuk membangun cinta sesama, di manapun kita?”

Pertanyaan itu bukan hanya ditujukan kepada sejarah, tapi juga kepada masa depan.

Kita bisa membayangkan pembaca muda di masa depan menemukan puisi ini di rak perpustakaan dunia yang hening.

Ia akan bertanya: “Mengapa di masa lalu manusia tega membantai atas nama ideologi? Mengapa cinta harus dipertanyakan, tapi kebencian bisa dirayakan?”

Mungkin, ketika dunia kembali berada di ujung tanduk antara kebebasan dan otoritarianisme, antara keragaman dan homogenitas, antara cinta dan kekuasaan, puisi ini akan berbisik pelan: “Bangunlah kanal asmara, sebelum terpaksa menggali parit kuburan.”

—000-

SAKTI bukan hanya sebuah buku puisi. Ia adalah kesaksian zaman, elegi dan elegansi dari seorang penyair perempuan Indonesia yang menyuarakan nurani global.

Ketika sejarah terlalu keras ditulis oleh para jenderal, kita butuh suara lembut dari penyair. Ketika masa depan digerogoti oleh polarisasi dan algoritma, kita perlu jeda: untuk membaca, untuk menangis, dan untuk merenung.

Sastri Bakry, dengan Canal of Love dan seluruh puisinya dalam SAKTI, mengingatkan kita akan satu hal sederhana namun sakral: bahwa pada akhirnya, sejarah akan melupakan siapa yang berperang, tapi sejarah tak akan pernah lupa siapa yang mencintai.

Dan barangkali, tugas kita hari ini bukan hanya merenungkan luka masa lalu. Tapi membangun hari esok yang berbeda. Dengan kata. Dengan cinta. Dengan puisi.

“Semoga suatu hari nanti, anak-anak kita tidak lagi bertanya,
Mengapa cinta harus dibangun,
Dan kebencian dibolehkan?

Jakarta, 13 April 2025

(Lasman)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *