Renungan Puitis Untuk Ideologi Kekerasan, Kata Pengantar Untuk Buku Puisi Sastri Bakry Dalam Tiga Bahasa: SAKTI

Avatar photo

Apa yang ditawarkan Orwell bukan sekadar distopia. Ia adalah nubuat. Kita hidup dalam dunia yang penuh kamera pengawas, algoritma pembentuk opini, dan politik yang mencurigai kasih.

Orwell membuktikan bahwa bahkan cinta bisa dijadikan musuh negara, jika negara adalah agama.

Puisi Canal of Love dan novel 1984 adalah sepasang cermin. Yang satu menyentuh lewat lirih dan lirikal; yang lain membedah lewat naratif yang pedih.

Namun keduanya ingin mengingatkan: “Tanpa moral, tanpa empati, dan tanpa keragaman, semua ideologi akan berujung pada monumen kekejaman.”

-000-

Mengapa ideologi-ideologi besar seperti Nazisme dan Komunisme yang awalnya menjanjikan kemajuan justru membawa kehancuran?

Tiga akar penyebab berikut dapat dijadikan bahan renungan:

1. Absolutisme Ideologi

Nazisme dan komunisme lahir dari semangat pembaruan. Namun mereka jatuh ke dalam dogma kebenaran tunggal.

Kebenaran yang tidak boleh ditanya, apalagi ditantang. Dari sinilah muncul kamp konsentrasi, daftar hitam, dan sensor intelektual.

Ketika satu gagasan dikultuskan, semua manusia harus seragam. Dan seragam, dalam sejarah, hampir selalu berarti pemaksaan dan kekerasan.

2. Penghilangan Subjektivitas Individu

Dalam komunisme, individu adalah bagian dari kolektif. Dalam Nazisme, ia adalah bagian dari ras. Dalam kedua sistem itu, manusia tidak lagi utuh sebagai subjek dengan nurani. Ia adalah alat.

Dan alat tidak perlu merasa, hanya menjalankan. Maka pembantaian pun menjadi prosedur.

3. Tujuan Menghalalkan Segala Cara

Demi revolusi, Stalin membenarkan pembersihan internal partai. Demi ras murni, Hitler mengorganisir genosida.

Tujuan-tujuan besar—surga di bumi—menjadi justifikasi untuk neraka yang nyata.

Sastri Bakry menyindir ini dengan halus namun tajam: “Kau tebarkan kebencian hingga menyelusup ke jantung hatiku.” Sebab sebelum pembunuhan massal dimulai, selalu ada propaganda yang mengubah hati menjadi batu.

-000-

Namun Canal of Love hanyalah satu permata dari seluruh mozaik SAKTI, kumpulan 34 puisi dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Spanyol .

Buku ini adalah bentuk diplomasi kebudayaan, yang menjembatani suara kemanusiaan lintas bahasa dan bangsa.

Dari Den Haag ke Teluk Gaza, dari Boven Digoel ke Ganges, dari Papua ke Simeuleu—Sastri Bakry merentangkan puisinya bagai jembatan jiwa dunia.

Dalam puisinya, sejarah bertemu spiritualitas. Politik bertemu air mata. Imaji bertemu ideologi. Sastri tidak mengajak kita melawan dengan senjata, tapi dengan cinta yang berakal. Dengan kanal asmara.

Ada satu fragmen dalam Canal of Love yang menjadi inti dari keseluruhan buku ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *