Puisi “Kami Senang Mendaki Bukit-Bukit Rohani” Pulo Lasman Simanjuntak, Layak Diapresiasi Sebagai Karya Sastra Kontemporer Indonesia Berkualitas

Avatar photo

Berikut kritik terhadap puisi “Kami Senang Mendaki Bukit-Bukit Rohani” karya Pulo Lasman Simanjuntak:

Kritik Positif, kedalaman tema, ouisi ini mengangkat tema perjalanan rohani, kritik agama, dan penderitaan yang kompleks.

Bahasa yang kuat, bahasa yang digunakan ekspresif dan efektif dalam menggambarkan emosi.

Metafora dan simbolisme, penggunaan metafora dan simbolisme tepat menciptakan makna mendalam.

Kritik sosial, puisi ini mengkritik formalitas agama dan hipokrisi.

Kritik Negatif struktur yang tidak jelas, struktur puisi yang bebas terkadang membuatnya sulit diikuti.

Bahasa yang terlalu keras, bahasa yang digunakan terlalu ekstrem.

Kurangnya harapan, puisi ini tidak menawarkan harapan atau solusi.

Ketergantungan pada simbolisme:, puisi ini terlalu mengandalkan simbolisme.

Saran Perbaikan antara lain erjelas struktur puisi, gunakan bahasa yang lebih santun, tambahkan harapan atau solusi, dan perluas perspektif dengan menampilkan pandangan lain.

Selain itu perlu diperhatikan keseimbangan antara kritik dan harapan.

Dalam kritik dari aspek sastra, puisi ini memerlukan editasi untuk memperjelas struktur.

Penggunaan bahasa yang lebih variatif dapat meningkatkan kesan.

Puisi ini juga memerlukan penambahan elemen naratif.

Kritik dari aspek filosofis puisi ini memperlihatkan pandangan eksistensialisme.

Kritik terhadap agama dan formalitas perlu diperjelas.

Puisi ini memerlukan penambahan elemen reflektif.
.
Berikut kita baca secara lengkap isi dari Puisi Penyair Pulo Lasman Simanjuntak yang karya puisinya telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal dan 35 buku antologi bersama para penyair seluruh Indonesia.Karya puisinya juga telah dimuat pada 23 media cetak (koran, suratkabar mingguan, dan majalah) serta dipublish (tayang) di 240 media online (website) dan majalah digital di Indonesia, dan Malaysia.

KAMI SENANG MENDAKI BUKIT-BUKIT ROHANI

kami senang
mendaki bukit-bukit rohani
sepanjang dua puluh enam tahun
keluar dari air dosa
kolam baptisan
bertubuh lumut
hitam legam

kadangkala kaki kami
sering terjebak
dalam panas membara
api belerang
berbau kecacatan
sperma tunggal

kami senang mendaki
bukit-bukit rohani
dalam rumah sengketa
dihuni ratusan kecoa
pecahan kaca
di atas kepala

bacaan mantera
dalam tanah
berakar sampah perzinahan
berhamburan kesedihan
kepanikan tertinggal
di atas meja
surat perkawinan

rajin ibadah
fisodorkan pelayanan
kadang telanjang kemarahan
pada bangunan
telah ditahbiskan
tanpa papan nama
dalam kota tua
dekat terminal bus
ledakan bom ransel
nyaris mencuri nyawaku
kian terluka parah