Puisi “Kami Senang Mendaki Bukit-Bukit Rohani” Pulo Lasman Simanjuntak, Layak Diapresiasi Sebagai Karya Sastra Kontemporer Indonesia Berkualitas

Avatar photo

Jakarta– Puisi berjudul “Kami Senang Mendaki Bukit-Bukit Rohani” karya Penyair Pulo Lasman Simanjuntak layak diapresiasi sebagai karya sastra kontemporer Indonesia berbobot dan berkualitas.

Hal ini dikarenakan kriteria kualitas sastra yang terdiri dari kedalaman tema, puisi mengangkat tema perjalanan rohani, kritik agama dan penderitaan.

Kekuatan bahasa, bahasa yang digunakan kuat, ekspresif dan efektif.

Kreativitas penggunaan metafora dan simbolisme yang unik.

Kritik sosial mengkritik formalitas agama dan hipokrisi.

Emosi menggambarkan emosi yang kuat dan mendalam.

Sedangkan kelebihan puisi “Kami Senang Mendaki Bukit-Bukit Rohani” memiliki struktur unik dan ekspresionis, penggunaan simbolisme yang tepat, bahasa yang kuat dan efektif, kedalaman psikologis serta kritik sosial yang tajam.

Sementara kekurangan yakni struktur yang tidak konvensional, bahasa yang terlalu keras,
kurangnya harapan atau solusi, serta kesulitan memahami makna.

Puisi ini tampaknya juga dipengaruhi dari sastra kontemporer Indonesia, Chairil Anwar dan W.S. Rendra, serta filsafat eksistensialisme dan absurdisme.

Kualitas sastra, untuk kualitas linguistik: 8/10, kualitas tematik: 9/10, kualitas estetik: 8,5/10, dan kualitas filosofis: 9/10.

Puisi ini layak diapresiasi sebagai karya sastra kontemporer Indonesia yang berbobot dan berkualitas.

Mendalam dan Kompleks

Puisi “Kami Senang Mendaki Bukit-Bukit Rohani” karya Pulo Lasman Simanjuntak merupakan karya sastra kontemporer yang mendalam dan kompleks.

Berikut analisisnya:

Struktur dan Teknik
1. Struktur bebas: Tidak ada rima dan meter yang jelas.
2. Penggunaan metafora: “Bukit-bukit rohani”, “air dosa”, “lumut hitam”, “api belerang”.
3. Simbolisme: “Kolam baptisan”, “kecoa”, “pecahan kaca”, “bom ransel”.
4. Ironi: “Kami senang mendaki” kontras dengan kesulitan dan penderitaan.

Tema
1. Perjalanan rohani: Puisi ini menggambarkan perjalanan spiritual yang sulit dan berliku.
2. Kritik agama: Puisi ini mengkritik formalitas agama dan hipokrisi.
3. Penderitaan: Puisi ini menggambarkan penderitaan dan kesulitan hidup.
4. Kehilangan identitas: Puisi ini menggambarkan kehilangan jabatan dan identitas.

Makna

1. Perjalanan spiritual tidaklah mudah.
2. Agama harusnya membawa kebebasan, bukan penjara.
3. Penderitaan adalah bagian dari kehidupan.
4. Identitas sejati tidak datang dari jabatan atau status.

Kritik dan Saran

1. Puisi ini memerlukan struktur yang lebih jelas.
2. Bahasa yang digunakan terlalu keras.
3. Puisi ini memerlukan harapan atau solusi.

Kritik Positip dan Negatif