Narudin Pituin Meluruskan Doddi Ahmad Fauji

oleh -59 Dilihat
oleh

Di pokok kedua ini pun ada hal yang masih terus-menerus dipermasalahkan oleh Doddi, yaitu “mengapa kritikus sastra harus dibayar”.

Sesungguhnya, ini bukan masalah penting untuk dibahas, tetapi agar tak berkepanjangan, uraiannya sebagai berikut.

Seorang kritikus bagus wajib menguasai karya sastra apa pun, misalnya, karya Pramoedya Ananta Toer, Denny JA, HAMKA, Taufiq Ismail, dan lain-lain.

Mengkritik karya Pramoedya dan Denny JA bukan berarti kita mendukung atau pro keduanya sebab memang kritikus harus mampu mengkritik karya siapa saja secara adil dan objektif.

Perkara mendapat bayaran atau tidak itu soal teknis belaka yang memang publik sastra kita belum memiliki kesadaran apresiasi yang baik terhadap jasa-jasa kritik dari kritikus bagus demi mencerdaskan bangsa ini.

Pokok ketiga tentang wawancara saya bersama penyair dan wartawan Pulo Lasman Simanjuntak pada 6 Februari 2025, yang bisa dibaca di banyak media online, berjudul “Ahli Semiotika Narudin Pituin: Menulis Karya Sastra dengan AI secara Semiotik Cacat dan Rendah”.

Di wawancara ini padahal sudah jelas saya terangkan bahwa menulis puisi dengan aplikasi pembuat puisi AI “haram”, artinya tak boleh dilakukan karena dapat merendahkan dan mencacatkan puisi yang dibuat dengan akal sehat pikiran dan hati manusia asli karena AI bekerja atas dasar perintah dan mengolah data yang ada.

Baca Juga :  Cerita Anak, Kurnia Effendi : Asupan Gizi Benak Sejak Dini

Oleh karena itu, puisi hasil AI akan bermutu rendah dan klise atau tidak ada kebaruan puitis apa pun seperti jika manusia yang menulis puisi dengan kompetensi bahasa, sastra, dan filsafat yang pelbagai dengan jiwa yang dinamis.

Sebagai contoh, saya pernah mencoba menulis puisi dengan AI untuk bahan penelitian saya, ternyata benar, kualitas puisi AI klise dan tidak ada kebaruan puitis apa pun seperti disarankan oleh pakar Semiotika.

Jika AI diartikan sebagai kamus atau sekadar alat referensi (rujukan pustaka), itu memang sudah biasa dikerjakan oleh siapa saja, tetapi tidak untuk menulis puisi atau karya sastra dengan aplikasi AI-nya.

Demikianlah, saya harap para pembaca dapat mengambil manfaat dari apa yang telah saya uraikan.

Bagi Doddi Ahmad Fauji, saya tak berharap apa-apa, selain semoga tulisan ini meluruskannya kepada jalan yang benar.

Bukankah kita harus cepat menolong saudara kita yang sedang tersesat di jalan?
(Las)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.