“Ini adalah suatu bukti bahwa Kementerian PPPA mempunyai perhatian yang besar terhadap permasalahan ibu dan anak yang diekspresikan dalam karya sastra.Sesungguhnya saya juga ikut prihatin kondisi anak-anak di Indonesia yang masih mengalami kekerasan pada anak.Semoga buku antologi puisi dan cerpen ini dapat bermanfaat,” katanya.
Denyut Nadi Kemanusiaan
Sementara itu Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Kadispusip) Provinsi DKI Jakarra Nasruddin Djoko Surjono mengatakan sastra adalah denyut nadi kemanusiaan.
Di dalamnya tersimpan suara-suara yang tak selalu terdengar di ruang fornal, kegelisahan, luka harapan, dan cinta.Melalui sastra, kisah-kisah ibu termasuk mereka yang menghadapi bencana tidak tenggelam menjadi angka statistik tetapi hidup sebagai cerita, ingatan dan pelajaran kemanusiaan.
“Untuk itu saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) yang secara konsisten merawat sastra sebagai ruang keberpihakan, ruang tempat nilai-nilai kemanusiaan terus dijaga dan disuarakan,” katanya.
Sejak beberapa tahun terakhir , lanjutnya, ruang sastra telah menjadi mitra dialog kebijakan, tempat nilai perlindungan, kasih, dan keberpihakan disuarakan secara manusiawi.
Dari satu antologi ke antologi berikutnya hingga “Kepak Sayap Bunda” hari ini kehadiran pemerintah tidak tampil sebagai pengarah, melainkan sebagai pendengar dan penguat yang membuka ruang agar sastra turut menjadi bagian dari upaya menjaga masa depan anak-anak indonesia.
“Kekuatan buku antoligi puisi dan cerpen ini juga terletak pada kebersamaan suara.Sekitar 190 penyair dan 90 cerpenis dari berbagai penjuru nusantara telah menyatukan rasa dan kepedulian.Ini menunjukkan bahwa sastra indonesia hidup dan peka hadir untuk menyentuh persoalan paling mendasar dalam kehidupan manusia ,” ucapnya.
Buku antologi puisi dan cerpen Kepak Sayap Bunda “Anak Merah Putih Tidak Takut Masalah” mengajarkan kita bahwa perlindungan tidak selalu hadir dalam bentuk kekuasaan atau suara keras melainkan melalui ketenangan, kehadiran, dan keteladanan.
“Dari ketenangan seorang ibu, lahir keberanian seorang anak.Dari pelukan yang tulus,tumbuh daya tahan menghadapi masalah,” pungkasnya.
Parade Baca Puisi
Dalam diskusi sastra -yang diselingi baca puisi dalam rangka Hari Ibu 2025- nara sumber (Pembicara) Reza Indragiri, Master Psikolog Forensik menyinggung soal data dari SIMFONI-PPA (Juli 2025) yang menyebutkan tercatat ada 15.615 kasus kekerasan kepada anak yang mayoritas berusia 13-17 tahun. Ironisnya terjadi di.lingkungan rumah tangga yang harusnya menjadi ruang aman dan nyaman.







