SPN, Jakarta – Asosiasi Jaringan Kapal Rekreasi Indonesia ( Jangkar) kolaborasi dengan Ditjen Pengelolaan Kelautan, Kementerian Kelautan dan Perikanan ( KKP) Hal tersebut ditandai dengan Penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan, KKP, (4/12) terkait penguatan kerja sama dalam pengelolaan kawasan konservasi laut serta penyelarasan regulasi usaha kapal wisata / Live On Board (LOB).
Melalui MoU ini, kedua belah pihak sepakat dan berkomitmen untuk memperkuat tata kelola konservasi laut, mendorong harmonisasi peraturan pusat-daerah, dan memastikan usaha kapal wisata tetap berkelanjutan, profesional, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal.

Ketua Umum Jangkar Fatiyah Suryani Mile mengatakan MoU tersebut menjadi landasan bagi kedua pihak dalam menjalankan kerja sama yang mencakup pengelolaan konservasi ekosistem, perlindungan biota laut yang dilindungi dan terancam punah, penanganan sampah di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pengembangan wisata bahari, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
“Pelaksanaan Perjanjian Kerja Sama ini dijabarkan lebih lanjut dalam rencana aksi yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari perjanjian. Dalam pelaksanaannya, para pihak akan mempertimbangkan dukungan terhadap kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI),” ujar Fatiyah di Jakarta, Jumat (5/12/2025).
Ia menegaskan pihaknya berkomitmen untuk memperkuat tata kelola konservasi laut dan mendorong harmonisasi regulasi pusat dan daerah. Selain itu juga memastikan usaha kapal wisata berjalan berkelanjutan, profesional, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal. “Kami berharap MoU ini menjadi langkah nyata menuju penyederhanaan prosedur perizinan, penghapusan pungli, serta kepastian hukum,” katanya.
Fatiyah menjelaskan industri Line LOB memiliki multiplier effect besar bagi perekonomian, mulai dari peningkatan penerimaan negara melalui PPN, PPh, dan PNBP, penyerapan tenaga kerja, hingga pertumbuhan ekonomi lokal melalui hotel, transportasi darat, restoran, dan UMKM pesisir, serta dukungan terhadap konservasi laut.
Namun, pertumbuhan industri LOB turut dibayangi meningkatnya beban biaya operasional, termasuk pungutan pajak, PNBP, retribusi daerah, hingga pungutan oleh kelompok masyarakat. Kondisi tersebut memunculkan ketidakpastian regulasi dan kekhawatiran investor, terlebih sebagian besar operator merupakan penanam modal asing.








