Naskah ini mempunyai kekhasan ditulis dengan aksara Bali yang tegak namun meliuk-liuk. Naskah ini ditulis di pulau Lombok.
” Suatu hal yang menarik bahwa naskah ini menjadi salah satu dari banyaknya naskah-naskah yang memperlihatkan keberlanjutan tradisi sastra Jawa Kuna-Bali di pulau Lombok,” ucapnya.
Genre Bhāṣa
Teks Kakawin Lambang Pralambang adalah salah satu teks yang bergenre bhāṣa.
Bhāṣa adalah salah satu genre dalam tradisi kesusastraan Jawa Kuna-Bali yang merupakan bentuk puisi liris.
Genre ini berbentuk karya sastra kakawin dengan kekhasan adanya bab-bab yang muncul di dalamnya.
Bhāṣa mempunyai kekhasan dengan ungkapan puisi yang bersifat liris, dengan muatan yang umumnya berbentuk romantis-erotis.

Genre bhāṣa mempunyai acap kali disebut palambang atau wilapa. Di masa lalu, genre ini setidaknya baru dikenal di era kerajaan Majapahit akhir. Walau begitu, diduga akar dari bhāṣa sudah ada dari masa yang jauh lebih tua, dibuktikan dengan berbagai penyebutan genre ini di dalam teks-teks kakawin mayor yang lebih tua.
Bhāṣa berkembang pesat justru di Bali dan menyebar hingga ke Lombok. Keindahan dari bhāṣa tidak hanya terletak pada keindahan pengungkapan bahasanya, namun juga pada kekayaan detail tentang pesona alam Jawa-Bali yang terrekam di dalamnya.
Teks Kakawin Lambang Pralambang terdiri atas beberapa bab, yaitu terdiri dari Bhāṣa Rudita, Bhāṣa Durawākya Cacangkriman, Bhāṣa Wiwaha Cacangkriman, Bhāṣa Ratnāwukiran Cacangkriman, Palambang Pamaṇḍana, Palambaang Jagadami Guhya Jātyakon, dan Palambang Dharmma Kusala Mahātma Cinaṇḍya.
Masing-masing teks tersebut memuat berbagai lirik bernuansa romantis-erotis yang khas dan kaya akan perlambang.
Kekhaasn Kakawin Lambang Palambang dibandingkan berbagai teks bhāṣa yang lain terletak pada adanya cacangkriman.
Cacangkriman itu dapat dimaknai sebagai suatu teka-teki, simbol tersembunyi, dan ungkapan-ungkapan yang sifatnya misterius.
“Dalam teks ini, cacangkriman tidak sekedar memuat pesan moral, namun nuansa religius yang kaya,” pungkasnya.(Lasman)







